Pengertian Dzikir



Al-Hafidh Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Al-Fath Al-Bari X1:209 mengatakan :
“Yang dimaksud dengan dzikir adalah mengucapkan kata-kata yang diperintahkan untuk diperbanyak pengucapannya. Hal ini seperti Al-baqiyat ash-shalihat (amal sholeh yang kekal manfaatnya) berupa dzikir;. Suhhanallah wal-hamdulillah, wa la ilaha illallah wallahu Akbar (Maha suci Allah, segala puji hanya milik Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan Allah itu Mahabesar). Juga seperti dzikir-dzikir yang lainnya, yaitu membaca hauqalah  (la haula wa la quwwata illa billah, [tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah] ), basmalah (bismillah ar-Rahman ar-Rohim [dengan nama Allah yang Pengasih dan Penyayang] ), istighfar (astaghfirullah, [aku mohon ampunan dosa dari Allah] ), hasbalah (hasbunallah wa ni’ma al-wakil, ni’ma al-maula wa ni’ma an-nashir [cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik pelindung, sebaik-baik majikan dan sebaik-baik penolong] ). Demikian pula do’a (permohonan) untuk kemaslahatan/ kebaikan dunia dan akhirat.

Secara mutlak ,menurut Ibn Hajar selanjutnya, dzikir juga berarti mengamalkan secara terus menerus apa yang diwajibkan atau dianjurkan oleh Allah swt., seperti membaca Alqur’an, membaca hadits, belajar atau menuntut ilmu, juga melakukan sholat sunnah. Dzikir juga kadang-kadang berupa pelafalan/pengucapan dengan lidah dan orang yang mengucapkannya berpahala. Dalam dzikir semacam ini tidak disyaratkan untuk menghadirkan hati –atau mengkhusyu’kannya– hanya tidak boleh mempunyai tujuan selain yang sesuai dengan yang dibaca. Tetapi, jika dzikir semacam ini diikuti dengan penghayatan oleh hati, maka itu lebih sempurna. Dan jika dzikir tersebut disertai pemaknaan dan penghayatan seperti mengakui keagungan Allah dan membersihkan atau mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan, maka dzikir tersebut semakin sempurna.
Jika –pemaknaan dan penghayatan mendalam seperti itu– terjadi pada setiap amal sholeh (perbuatan yang bagus) –baik yang diwajibkan, berupa sholat, jihad maupun selain keduanya– maka hal itu akan lebih menambah kesempurnaan ibadah yang dilakukan. Apalagi jika tawajjuh (menghadapkan jiwa raga kepada Allah) dapat dilurus kan (dibenarkan) disertai keikhlasan yang sungguh-sungguh, maka kesempurnaannya semakin bertambah. Ibnu Hajar selanjutnya mengatakan bahwa Al-Fakhr Ar-Razi berkata: ‘Yang dimaksud dzikir dengan lisan itu ialah (pengucapan) kata-kata yang mengandung tasbih [menyucikan Allah], tahmid [memuji Allah] dan tamjid (memuliakan dan mengagungkan Allah swt.]. Sedang yang dimaksud dengan dzikir qalb (dalam hati) ialah berpikir mengenai dalil-dalil atau bukti-bukti mengenai Dzat Allah, sifat-sifatNya dan yang berkaitan dengan taklif [kewajiban yang dibebankan oleh syariat] berupa perintah dan larangan. Dengan begitu, orang yang berdzikir akan mengetahui hukum-hukum serta rahasia-rahasia Allah yang ada pada (semua) makhluk-Nya.

Sedangkan dzikir dengan anggota tubuh (lainnya) ialah bahwa anggota tubuh semuanya dipergunakan –secara optimal atau penuh– dalam taat kepada Allah swt.. Meskipun demikian, Allah swt. menyebut sholat itu sebagai dzikir. Seperti difirmankan-Nya:..maka pergilah (untuk menuju) ke dzikrullah (sholat jumat). Diriwayatkan dari sebagian al-‘arifin –ahli tauhid– bahwa dzikir itu dilakukan lewat tujuh segi; yaitu dzikir mata dengan menangis; dzikir telinga dengan mendengarkan (ajaran Allah); dzikir lidah dengan menyanjung atau memuji Allah swt; dzikir kedua tangan  dengan memberi infak,sedekah, zakat, hadiah dan lain-lainnya; dzikir badan dengan al-wafa (memenuhi tuntutan dan janji); dzikir hati dapat dilakukan dengan adanya khauf  (rasa takut akan murka Allah), dan raja’ (penuh pengharapan terhadap rahmat dan karunia Allah swt) serta dzikir ar-ruh dengan berserah diri kepada ketentuan Allah serta ridho/rela atas apa yang ditentukannya”.
Demikianlah menurut Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. 

Sedangkan dalam buku Fiqih Sunnah oleh Sayid Sabiq jilid 4 hal. 247 cet. pertama th.1978B ditulis, bahwa Imam Qurtubi berkata: “Majlis dzikir maksudnya ilmu dan peringatan yakni majlis dimana disebut firman-firman Allah dan sunnah-sunnah Rasul-Nya. Begitupun berita-berita (riwayat-riwayat) mengenai orang-orang sholeh dari golongan Salaf, ucapan-ucapan imam dahulu yang zuhud, yang bebas dari bid’ah dan hal yang dibuat-buat, bersih dari maksud jelek dan maksud serakah”.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar